Perang Iklan Telkomsel VS XL

 
Perang iklan memang bukanlah hal baru di dunia marketing dan promosi. Tidak terkecuali industri telekomunikasi selular yang kini telah melampaui penetrasi lebih dari 50 persen di tanah air.
Dunia telekomunikasi seluler masih disibukkan dengan perang tarif. Namun sejak kemunculannya pertama kali di tahun 90-an, saat ini jumlah operator yang beroperasi semakin banyak, dengan posisi pasar yang ditempati oleh pemain ‘yang itu-itu saja’.
Telkomsel masih tercatat sebagai operator incumbent dengan penguasaan pasar lebih dari 50 persen, disusul oleh Indosat, XL, lalu operator-operator kecil yang baru muncul beberapa tahun belakangan.
15 tahun lebih industri seluler telah melayani komunikasi masyarakat di tanah air, sepertinya posisi operator penguasa tidak akan terus menerus ditempati oleh pemain yang sama. Operator boleh saja mengklaim terjadi peningkatan jumlah pelanggan setiap waktu tapi belakangan mulai terlihat ‘siapa yang takut dengan perkembangan siapa’.
Saling klaim banyaknya jumlah pelanggan merupakan hal yang masih sulit dibuktikan kebenarannya. Pasalnya tidak ada lembaga independen yang bisa memberikan data transparan mengenai statistik jumlah pelanggan yang sebenarnya. Kebanyakan operator menghitung penambahan jumlah pelanggan berdasarkan jumlah kartu yang terjual. Padahal tingkat churn rate (kartu hangus) dikabarkan lebih tinggi ketimbang kartu yang terjual.

Iklan Kartu As (Sule) Vs XL (Baim Cilik) 

Sampai saat ini Indosat masih mengklaim sebagai operator telekomunikasi terbesar nomor dua di Indonesia, yang seharusnya memberikan ancaman serius bagi operator incumbent Telkomsel, meski potensi untuk melakukan ‘pengejaran’ masih jauh dari jangkauan. Namun dalam setiap iklannya belakangan ini, operator tersebut malah berupaya untuk ‘menohok’ iklan yang dilancarkan oleh operator nomor tiga (XL), bukan nomor dua.

Yang paling kentara adalah iklan yang menghadirkan pelawak Sule Sutisna dengan produk Kartu As yang sangat menohok selebritis cilik Baim di iklan XL. Perhatikan kata-katanya di  akhir iklan “Saya kapok dibohongi anak kecil mulu” atau di iklan Kartu As lainnya (yang tanpa Sule) dengan kalimat “Makanya, jangan mau dibohongi anak kecil” (beberapa orang pemuda dengan background lapangan futsal) atau “engga ada sulap-sulapan deh di sini mah” (iklan Kartu As di dalam ruangan).
Yang paling menohok mungkin iklan yang baru-baru ini ditayangkan. Masih menampilkan Sule yang didampingi oleh kelompok musik pemenang Indonesia Mencari Bakat (IMB), Klantink, tampilan awal langsung menggunakan kalimat “Ngapain sih pake cek-cek 123? kelamaan”, lalu di sesi akhir iklan tersebut langsung menghadirkan seorang anak kecil berbaju biru, yang merepresentasikan Baim di iklan XL, dengan mengucapkan kalimat “Ternyata Kartu As paling murah ya, Om Sule”.
Saya bukanlah ahli di bidang periklanan sehingga tulisan ini tidak membahas lebih dalam mengenai salah atau tidaknya perang iklan tersebut. Lagipula ini bukanlah kali pertama industri telekomunikasi kita ‘berperang’ dan ‘sahut-sahutan’ melalui promo iklan. Sebelumnya, kala perang tarif dimulai beberapa tahun silam, ketika tarif GSM mulai turun karena desakan tarif yang berlaku di operator CDMA, industri telekomunikasi pun dilanda ‘perang’ iklan.

Dari ‘sahut-sahutan’ iklan di televisi yang sekarang marak, sangat terlihat jika Telkomsel merasa bahwa Indosat bukanlah ancaman lagi. Meski XL pun sepertinya masih harus berjuang keras untuk mengejar ketertinggalan yang cukup jauh dengan Telkomsel. Pasalnya, jika data yang diklaim operator-operator tersebut benar, pelanggan XL masih sekira 40-an persen dari total pelanggan Telkomsel yang saat ini telah mencapai 96 juta. Sedangkan jumlah pelanggan Indosat hanya beda tipis dibanding pelanggan XL. XL baru saja mengumumkan pelanggannya telah mencapai 40 juta, sedangkan Indosat telah tiga bulan lalu mengumumkan raihan sebesar itu.
Produk dan layanan seluler yang ditawarkan Indosat saat ini, belakangan dianggap kurang produktif dan inovatif, khususnya dalam strategi promosi dan marketing. Terbukti dengan turunnya laba bersih mereka di kuartal ketiga tahun ini hingga lebih dari 63,4 persen atau hanya sekira Rp530,9 miliar. Hebatnya, meski pendapatan turun drastis mereka masih mengklaim mendapatkan peningkatan pelanggan yang cukup signifikan. Sedangkan laba bersih XL mencapai Rp2,1 triliun atau naik 73 persen dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Intinya dengan jumlah pelanggan Indosat yang lebih banyak ketimbang XL, pendapatan seluler Indosat ‘hanya’ mencapai Rp11,914 triliun. Sementara XL memperoleh pendapatan Rp13 triliun.
Tidak hanya memiliki hasil yang lebih baik ketimbang Indosat. Laba bersih XL juga lebih baik ketimbang Telkomsel. Berdasarkan laporan keuangan, anak usaha Telkom yang bergerak di bidang seluler ini hanya tumbuh 2,6 persen.

Tidak hanya itu, nilai perusahaan Indosat pun berada di bawah XL. Menurut data, nilai kapitalisasi perusahaan XL masih sekira Rp48,5 triliun, sedangkan Indosat hanya Rp32,6 triliun saja. Menurunnya performa Indosat dan langkah agresif XL bisa jadi merupakan alasan mengapa kemudian Telkomsel mengalihkan fokus ‘serangan’ ke XL. Dengan kata lain, Telkomsel menyadari jika XL akan menjadi ‘ancaman serius’ di industri ini. Dan Indosat?
 
Source: http://techno.okezone.com/read/2010/12/27/327/407520/sule-vs-baim-cilik

0 komentar:

Posting Komentar

Teman Kami