Mahatma Gandhi

Lebih dari 50 tahun silam, di zaman yang penuh dengan penindasan bangsa, Gandhi memanfaatkan gairah keagamaan dan semangat tak gentar telah menggugah harga diri bangsa dari 300 juta saudara sebangsanya serta memimpin rakyat India lepas dari nasib dijajah Inggris.

Mahatma Gandhi - Tatkala saya merasa putus asa, saya lantas  berpikir, ada banyak diktator dan algojo di dalam sejarah yang di dalam  waktu tertentu sepertinya tak terkalahkan, namun pada akhirnya sulit  terhindar dari kekalahan. Cobalah renungkan, selamanya memang demikian.  (INTERNET)

Mahatma Gandhi - Tatkala saya merasa putus asa, saya lantas berpikir, ada banyak diktator dan algojo di dalam sejarah yang di dalam waktu tertentu sepertinya tak terkalahkan, namun pada akhirnya sulit terhindar dari kekalahan. Cobalah renungkan, selamanya memang demikian.

Strategi yang ia pergunakan ialah “non kekerasan” (non-violent) dan “non kooperatif” (uncooperative) serta berulang kali melakukan mogok makan, akhirnya dengan sukses meraih kemerdekaan India, ia pun dimuliakan sebagai bapak bangsa India.

Pemimpin spiritual yang teguh

Gandhi sering mengatakan nilai-nilai pandangan hidupnya sangat sederhana yaitu “kebenaran” dan “tanpa kekerasan”. Gandhi menunjukkan, tanpa kekerasan adalah karakter jiwa, apabila seseorang tidak melakukan pemurnian diri sendiri dan mempertahankan prinsip tanpa kekerasan akan menjadi angan-angan kosong. Ia memilih cara hidup gaya India yang paling sederhana, paling primitif juga paling tradisional dalam melakukan pekerjaan fisik, berpantang nafsu birahi, juga bertahan menjalankan vegetarian. Selama hidupnya ia tidak memiliki jabatan apapun, di dalam hatinya hanya eksis persatuan bangsa dan peduli kehidupan rakyat.

India yang kala itu menghadapi persoalan rumit atas kebangsaan, keberagaman kepercayaan dan marga yang hidup terkotak-kotak, Gandhi menggunakan panji-panji kebenaran membuat semua orang India rela bersatu.

Bagi Gandhi, “tanpa kekerasan” dan “kebenaran” tidak bisa dipisah, laiknya satu keping uang logam yang memiliki 2 sisi. Tanpa kekerasan adalah misi, sedangkan mempertahankan kebenaran adalah visi. Gandhi yakin benar dengan melalui misi tanpa kekerasan, cukup untuk menggugah sifat baik di sanubari manusia, sehingga orang jahat berubah menjadi baik dan dapat mengalahkan segala kejahatan.

Gandhi tidak pernah meragukan keyakinannya sendiri, meski ia sendiri harus meringkuk bertahun-tahun lamanya di dalam penjara, ia tetap mempertahankan “hanya kebenaran dan kasih dapat membuat orang memperoleh kemenangan”.

Ia mengatakan, “Tatkala saya merasa putus asa, saya lantas berpikir, ada banyak diktator dan algojo di dalam sejarah yang di dalam waktu tertentu sepertinya tak terkalahkan, namun pada akhirnya sulit terhindar dari kekalahan. Cobalah renungkan, selamanya memang demikian.”

Pengacara muda alami diskriminasi

Gandhi bukan sejak awal langsung tampil plontos seperti biksu yang kita kenal. Ia putra seorang saudagar, ibunya seorang penganut Hindu taat. Sewaktu muda ia tamat dari fakultas hukum Universitas London, Inggris dan berhasil meraih gelar pengacara. Pada 1893, ia dipindah-tugaskan ke Afrika Selatan menangani berkas-berkas gugatan.

Tatkala ia naik KA, meski tiket yang ia kantongi kelas-1, namun lantaran diskriminasi ia diminta pindah ke gerbong kelas-3. Ia bergeming, tapi akhirnya dari gerbong kelas-1 ia dilempar keluar dari KA lengkap dengan bagasinya. Demikianlah untuk kali pertama dalam hidupnya ia mengalami diskriminasi yang menyakitkan.

Afrika Selatan yang saat itu masih termasuk tanah kolonial milik Inggris, dimana diskriminasi masih berakar kuat terdapat banyak dekrit diskriminatif terhadap warga imigran India. Misalnya orang India diharuskan selalu membawa serta Bukti Pendaftaran Status dan hanya orang India saja yang setiap tahunnya diwajibkan membayar pajak kepala dan mereka hanya mengakui pesta pernikahan yang dilangsungkan secara ritual Kristen.

Menyaksikan penistaan yang dialami saudara sesamanya, Gandhi bertekad meraih HAM bagi para warga India dalam perantauan itu. Gandhi berharap dapat menjebol siklus jahat kekerasan dilawan dengan kekerasan. Lantas ia dengan ulet menganjurkan rakyat India agar jangan membalas gigi dengan gigi. Gandhi menggunakan ketulusan menyadarkan massa yang dihadapinya sehingga mereka tak lagi menggunakan cara kekerasan secara membabi-buta.

Pada 1906, dalam menghadapi UU “larangan migran ke Afrika Selatan bagi orang India”, Gandhi memopulerkan melawan diskriminasi dengan “tanpa kekerasan” dan menuntut penghapusan UU tersebut. Gandhi berulang kali berhadapan dengan orang Inggris, meski ia mengalami penyiksaan dan penyekapan, ia selamanya tidak menyerah dan dengan teguh mempertahankan prinsip, tidak pernah mengeluh dan pada akhirnya memaksa pemerintah Afrika Selatan mengalah dalam hal kebijakan imigran.

Kekuatan spirit tanpa kekerasan

Gandhi dengan penuh kearifan pernah mengatakan, “Mata dibalas dengan mata ha-nya membuat seluruh dunia menjadi buta.” Filsafat “tanpa kekerasan” yang ia dengungkan, merupakan semacam “kekuatan spirit”, sekaligus mewarisi teori etika dan agama tradisional India, selain itu juga menyerap filsafat politik dan humanisme dari Barat.

Tanpa kekerasan mutlak bukan tindakan orang lemah, hanya manusia yang memiliki keadilan dan tak takut mati baru berani menggunakan cara tanpa kekerasan untuk mempertahankan kebenaran. Kekuatan moralitas “tanpa kekerasan” seperti ini merupakan kekuatan spirit yang paling tak mampu dihadapi oleh sistem ketidak-adilan kolonialis otoriter.

Keberhasilan perlawanan di Afrika Selatan membuat Gandhi pada 1915 kembali ke India sudah memiliki sedikit reputasi. Ia melakukan survei di berbagai tempat India dan menyaksikan penderitaan kehidupan rakyatnya, sedangkan golongan atas pribumi malah karena perbedaan agama sampai tercerai berai. Gandhi dengan ucapan, tindakan dan pikirannya memperoleh pengakuan para pemimpin agama Hindu dan Islam seperti Nehru, Jinnah dan lain-lain. Mereka rela bersama-sama menggunakan cara “non kekerasan” dan “non kooperatif” dalam melawan pemerintahan kolonialisme.

Rakyat dukung penuh

Pada 1919, Gandhi mula pertama mengusung slogan “non kooperatif”, di India dimana emosi perlawanan terhadap Inggris semakin memuncak, aksi “non kooperatif” memperoleh dukungan penuh dari segenap lapisan rakyat.

Yang disebut dengan aksi “non kooperatif” ialah tidak bekerjasama dengan pemerintah Inggris, merelakan jabatan dan gelar yang dihadiahkan penjajah, tidak membeli barang buatan Inggris, tidak belajar di sekolah Inggris, tidak mengakui hukum orang Inggris dan melancarkan pawai, rapat akbar, mogok kerja bahkan menghindari pembayaran pajak.

Waktu itu Inggris dengan harga rendah membeli kapas dari India, setelah disulap menjadi pakaian jadi di Inggris, dengan harga tinggi dijual balik ke India, dengan adanya penolakan membeli barang Inggris, maka pakaian telah menjadi kendala terbesar bagi rakyat India. Gandhi memberi contoh dengan menganjurkan rakyat India setiap hari menggunakan waktunya untuk menenun, dengan tujuan mengatasi permasalahan berpakaian. Orang-orang merasa sangat terharu dengan keteguhan Gandhi dan berbondong-bondong membakar secara massal pakaian Made in England.

Pada 1930, Gandhi menggerakkan long march garam dapur, melakukan aksi “non kooperatif” untuk kali kedua. UU baru tentang garam dapur menetapkan garam hanya bisa dibeli dari toko penjual khusus garam, selain itu pembeli juga dikenai pajak tinggi.

Demi menunjukkan UU penjualan garam yang tidak masuk akal itu, Gandhi menyerukan kepada massa untuk melakukan pawai berjalan sejauh 400 km dari Delhi sampai ke Pantai Dundee guna membuat sendiri garam tersebut, di sepanjang jalan terus menerus memperoleh dukungan ribuan massa yang bergabung dengan barisan.

Ikhlas hadapi derita penjara

Di dalam jangka waktu panjang meraih kemerdekaan bagi India, Gandhi sering keluar masuk penjara dan mogok makan. Ia tidak gentar atau menghindar, dengan tabah menghadapi kehidupan penjara, dengan tenang mewujudkan keberanian dan spirit “non kooperatif”. Gandhi yang kurus kering, juga sering kali melewati hari-hari panjang dengan mogok makan, dengan kekuatan jiwa melawan kekerasan. Aksi mogok makannya selalu saja bisa menggugah gairah nasional orang India dan tekad untuk melawan penindasan.

Aksi “non kooperatif” Gandhi, membuat Inggris kehilangan pasar yang besar dan menimbulkan kerugian ekonomis serta telah menghantam pamor pemerintah kolonial, akhirnya memaksa imperialis Inggris mulai menyusun rencana bagaimana mundur dari India dan bagaimana mengalihkan pemerintahan kelak. Pada 1947, tiga pihak yakni gubernur jenderal Inggris, Nehru dan Jinnah secara serentak mengumumkan Program Partisi India dan Pakistan. India yang kenyang dengan penderitaan pada akhirnya menyatakan kemerdekaannya.

Selama hidupnya Gandhi berjuang untuk kemerdekaan India. Hari ini, Gandhi menjadi simbol perlawanan tanpa kekerasan yang diakui oleh dunia, ia dengan keyakinan “mempertahankan kebenaran” serta metode perlawanan “tanpa kekerasan” dan “non kooperatif”, berpengaruh sangat besar bagi aksi HAM yang dipimpin Nelson Mandela dan Martin Luther King.

Einstein pernah mengatakan, “Saya kira sudut pandang Gandhi merupakan hal yang paling bijak diantara para politisi pada masa kini. Kita seharusnya berupaya keras berpaling ke arah spiritnya: bukannya melalui kekerasan mencapai tujuan kita, melainkan tidak bersekutu dengan yang Anda anggap kekuatan kejahatan.” (The Epoch Times/whs)



0 komentar:

Posting Komentar

Teman Kami